Selasa, 14 April 2009

GUMBORO, VAKSIN DAN KEKEBALAN

“Apakah ada vaksin (maksudnya: Vaksin Gumboro) yang tangguh menjadi benteng sebenarnya?” ujar Durrahman, seorang peternak ayam potong di kawasan pegunungan seribu Wonosari Yogyakarta.

Memang cukup beralasan keluhan yang bernada pertanyaan itu disampaikan Durrahman itu kepada Infovet yang ditemui di kandangnya yang relatif besar. Lokasi kandang sebenarnya cukup panas karena pepohonan meranggas di mana daun-daun pohon besar yang biasa melindungi itu rontok jika memasuki awal musim kemarau.

Sebenarnya lokasi kandang itu berada di kawasan yang kurang ideal, sekadar untuk tidak mengatakan tidak memenuhi persyaratan bagi pertumbuhan ayam potong. Aspek suhu lingkungan yang panas dan juga volume cadangan air sangat terbatas bagi usaha peternakan adalah contohnya.

Namun demikian kondisi yang sangat minimalis itu tetap tidak menyurutkan niat dan tekad Durrahman untuk berusaha menekuni usaha itu. Meski baru berjalan sekitar 3-4 tahun, namun jika dilihat dari perkembangan tingkat kesejahteraan keluarganya, maka Durrahman termasuk cukup berhasil.

“Saya mencoba menentang arus dan melawan sebagian besar pendapat para praktisi perunggasan bahwa kawasan usaha saya tidak cocok sebagai tempat beternak ayam potong,” tuturnya.

Mantan pekerja kandang ayam di Bogor yang kembali ke desanya itu mencoba usaha itu di desanya oleh karena aset yang dimiliki dan ketrampilan hanya itu.

Selepas dari Bogor meneguhkan minat dan tekadnya untuk menjadi peternak mandiri skala kecil-kecilan.

Oleh karena lokasi tempat tinggalnya yang merupakan aset utama berada di pegunungan gersang setiap kali musim kemarau menjelang, dicoba untuk dimanfaatkan seoptimal mungkin.

Ketika ditanyakan kendala dan hambatan untuk mengembangkan lebih besar usahanya disamping kesulitan mendapatkan lahan yang luas dan jauh dari pemukiman penduduk juga karena ada salah satu penyakit yang selama ini masih dianggap sulit diantisipasi dan dihadapi. Penyakit itu adalah Gumboro.

Menurutnya program kesehatan seperti vaksinasi sebagaimana disyaratkan telah dilakukan dengan ketat. Oleh karena itu Durrahman mencoba menantang para pemasar vaksin untuk berani memberikan jaminan bebas gangguan selama pemeliharaan, ternyata tidak ada yang berani.

“Apakah ada vaksin (maksudnya: Vaksin Gumboro) yang tangguh menjadi benteng sebenarnya,” ujar Durrahman kepada Infovet mengulangi tantangannya setiap bertemu dengan para tenaga kesehatan lapangan.

Dan, hampir tidak ada yang berani memberikan jaminan, umumnya saran dan nasehat, nyaris seperti nasehat juragannya dahulu waktu di Bogor kepada dirinya dan pekerja kandang agar menjaga kebersihan dan terus melakukan penyemprotan.

Terkadang, lanjut Durrahman, ia mengambil sebuah kesimpulan akhir bahwa penyakit ayam sudah seperti bagian tak terpisahkan dari usaha perunggasan. Sebab atas dasar pengalamannya sebagai anak kandang hampir pasti ada gagguan penyakit dari yang ringan sampai yang ‘ganas’.

Menurutnya belum pernah sekalipun dalam satu periode yang mulus dan lolos dari sergapan penyakit.

Khusus penyakit Gumboro, memang termasuk momok dan membuat pengelola senam jantung. Sebab terkadang, menerjang ketika usia masih belum layak panen, tetapi juga paling sering ketika sudah mendekati usia panen.

“Pertumbuhan dan performans ayam sangat bagus juga harga pasar yang sedang tinggi... eee Gumboro muncul. Seolah seperti terbangun dari tidur ketika sedang mimpi indah.” ujarnya seolah menceritakan harapan yang musnah seketika.

Selama ini Durrahman mengatasi kasus Gumboro ketika usia masih awal atau muda hanya dengan pemberian air gula atau sorbitol dan parasetamol (zat aktif penurun panas) dan semprot kandang secara teruis menerus.

Pengalamannya cara itu memang tidak bisa mengatasi dengan sempurna namun mampu menekan angka kerugian yang mungkin akan jauh lebih besar jika di revaksinasi.

“Pemberian air minum yang mengandung zat manis-manis mampu menekan kematian dan munculnya kerdil sampai 30%. Selama saya menjadi anak kandang cara dan metoda itu setidaknya masih yang terbaik” tuturnya.

Kembali ia bertanya ke Infovet, apakah ada cara lain lagi selain vaksinasi yang ternyata tidak bisa menjamin 80% sakalipun apalagi 100% bisa terbebas dari gangguan penyakit Gumboro.

Bahkan yang paling memprihatinkan jika penyakit ini muncul seolah penyakit lain antri untuk ikut melemahkan ayam, sehingga tidak heran jika para peternak termasuk dirinya begitu traumatis dengan Gumboro.

Meskipun traumatis namun oleh karena kenyataan itu harus dihadapi maka setiap peternak, menurut Durrahman pasti mencoba mencari solusi sendiri atas dasar pengalaman dan improvisasi lapangan.

Seperti caranya selama ini, masih dianggap solusi terbaiknya. Pertanyaannya apakah ada pengalaman peternak lain yang lebih sukses dan mulus menghadapi Gumboro?


Kekebalan Broiler

Untuk menjawab pertanyaan dan kegelisahan peternak ini, kita mesti memahami ihwal kekebalan ternak ayam.

Sama dengan tubuh manusia, tubuh hewan juga rentan dengan gangguan bibit penyakit. Artinya diperlukan juga sistem imun yang kuat untuk menangkal berjangkitnya bibit penyakit pada tubuh ternak tersebut.

“Fungsi sistem imun sangat penting untuk kesehatan ternak terutama ayam broiler yang mempunyai batasan umur pemeliharaan,” Akademisi Fakultas Pertanian dan Peternakan UIN Suska Riau drh Jully Handoko mengatakan.

Dikatakan alumnus Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gajah Mada Yogyakarta ini, tujuan dari pemeliharaan ayam broiler adalah pencapaian berat badan yang optimal dengan penerapan tatalaksana pemeliharaan yang maksimal.

Berat badan ayam broiler yang optimal hanya didapat bila ternak sehat dan tidak ada gangguan bibit penyakit, artinya peternak harus mengesampingkan atau memangkas ancaman bibit penyakit yang akan menggerogoti ayam broiler peliharaannya tersebut.

Jully mengatakan pada kasus Gumboro, pada Gumboro bentuk dini akan merusak sistem kekebalan ayam secara masif. Kerusakan ini tidak akan sembuh kembali, akibatnya akan terjadi imunosupresi yang permanen pada ayam dimaksud. “Dan inilah awal kerugian yang sebenarnya pada peternak ayam broiler,” tegas Jully.

Senada dengan Jully, Drh Budi alumni FKH UGM angkatan 1980 menambahkan, imunosupresi yang dipicu oleh Gumboro juga dapat menyebabkan ayam lebih muda atau rentan terinfeksi oleh pelbagai penyakit lain dan parahnya lagi adalah tidak responnya sistem kebal yang dimiliki ayam terhadap vaksinasi untuk jenis penyakit lainnya.


Bursa Fabrisius

Sistem kebal ayam dan ternak lain merupakan sistem yang sangat komplek. Pada ayam, ada dua organ tubuh yang berhubungan dengan sistem kebal, yakni bursa dan timus.

Bursa sebagian besar berisi sel B yang berperan dalam memproduksi antibodi humoral atau yang bersikulasi, sedang timus sebagian besar berisi sel T dengan fungsi mengenal dan menghancurkan sel yang terinfeksi bakteri atau virus, mengaktifkan makrofag dalam fagositosis dan membantu sel B dalam memproduksi antibodi.

Pada masa embrio, kedua sistem ini diprogramkan untuk menghasilkan kekebalan aktif terhadap penyakit, artinya kekebalan yang didapat sebagai akibat pernah menderita penyakit infeksi atau karena inokulasi dengan bahan-bahan penyebab penyakit yang telah diubah bentuknya.

Di samping itu, virus penyakit Gumboro tidak hanya menyerang bursa, yang dapat menyebabkan gangguan terhadap kemampuan produksi antibodi humoral, tapi juga dapat menyerang timus yang akan menghancurkan kekebalan berperantara sel.

Bila infeksi terjadi sebelum ayam berumur 3 minggu maka kerusakan akibatnya bersifat permanen, sedang bila infeksi terjadi setelah ayam berumur 3 minggu, kerusakan tersebut tampaknya bersifat sementara dan sistem kebal ayam yang sembuh kembali akan berfungsi lagi dalam waktu 2-3 minggu pasca infeksi.


Antibodi Maternal

Lalu bagaimana mengatasi infeksi pada anak ayam, kembali drh Jully Handoko menegaskan bahwa anak ayam telah memperoleh antibodi pasif yang didapat dari induknya melalui kuning telur (antibodi maternal), ini dapat dilakukan dengan cara mengusahakan tingkat antibodi humoral tetap tinggi pada ayam induk atau parent stock.

Hal ini sangat efektif dalam mencegah dan melindungi anak ayam dari infeksi. “Pihak breeder tetap memegang peran penting dalam memangkas munculnya kasus-kasus penyakit akibat imunosupresi,” imbau akademisi Fapertapet UIN Suska ini.

Di samping itu, antibodi maternal tidak hanya melindungi anak ayam terhadap infeksi, tetapi juga akan menghalangi pembentukan antibodi aktif terhadap IBD.

Telah diketahui bahwa waktu paruh antibodi maternal IBD berkisar 3-4 hari, dan ayam yang memiliki antibodi maternal dengan titer yang tinggi, maka tingkat antibodi maternalnya akan berkurang jauh lebih cepat bila dibanding dengan ayam yang mempunyai titer antibodi maternal rendah.


Tindakan Pencegahan

Lalu, apa yang harus dilakukan peternak untuk mencegah infeksi Gumboro penyakit yang menurunkan kekebalan tubuh ayam ini?

Merujuk pada konsep lapang dari pengalaman peternak, drh Budi menuturkan bahwa ada 3 cara tindakan preventif infeksi dini virus Gumboro yang dapat dilakukan peternak yaitu”

1) Mencegah ayam kontak dengan virus Gumboro,
2) Memberi vaksin pada ayam induk sehingga anak ayam memperoleh perlindungan melalui antibodi maternal, dan
3) Memberi vaksin pada anak ayam dengan jenis vaksin Gumboro aktif yang non virulen.

Berulangnya kasus Gumboro di tingkat peternak lebih disebabkan oleh faktor ekonomis. Maksudnya adalah pada ayam broiler seyogyanya vaksinasi Gumboro dilakukan dua kali, namun mengingat biaya yang dikeluarkan peternak cukup tinggi, maka peternak hanya melakukannya sekali selama periode pemeliharaan.

Hal ini berdampak negatif, di mana Gumboro akan menimbulkan serangannya pada saat-saat mendekati panen. “Inilah yang perlu diwaspadai peternak,” tegas Budi yang juga menghimbau, di samping Gumboro, peternak juga mesti tetap waspada terhadap jenis penyakit lain yang juga dapat menurunkan imunitas ayam. Penyakit tersebut adalah CRD dan Koksidiosis.


Eliminir Faktor Pemicu

Sementara itu M Hadie peternak broiler di Panam pinggiran Kota Pekanbaru mengatakan bahwa dalam penanganan Gumboro diperlukan perhatian serius terhadap faktor-faktor pemicu berjangkitnya penyakit tersebut.

Lebih lanjut dikatakannya, faktor kepadatan kandang saat minggu pertama pemeliharaan perlu diperhatikan, hal ini terkait dengan tingkat stres ayam dan ini disinyalir sebagai awal petaka menurunnya daya tahan tubuh ayam dimaksud.

Sedang menurut drh Rondang Nayati MM Kasubdin Kesehatan Hewan Dinas Peternakan Provinsi Riau lebih menganjurkan pada keseimbangan gizi makanan yang dikonsumsi ayam baik broiler maupun layer.

Hal ini cukup mendasar, karena bila ayam cukup makanan dengan gizi yang baik maka ayam mampu bertahan dari serangan penyakit. Terkait penggunaan obat-obatan hewan, istri mantan Kepala Dinas Peternakan Provinsi Riau ini menegaskan harus diberikan secara hati-hati, karena ini menyangkut keamanan konsumen (food safety).


Vaksinasi dan Kekebalan

Kekebalan yang dibentuk oleh tubuh ayam ada dua yaitu kekebalan humoral atau menyeluruh, di mana zat kebal ada dalam aliran darah dan kekebalan lokal dengan zat kebal terdapat pada bagian tubuh yang pernah diserang penyakit.

Demikian Drh Muhammad Firdaus MSi Kasi Kesehatan Hewan Dinas Pertanian Kota Pekanbaru seraya melanjutkan, kekebalan lokal dapat merupakan senjata untuk menghadapi serangan bibit penyakit. Tapi, kemampuannya hanya dapat membunuh bibit penyakit ditempat di mana ada zat kebal, misalnya di saluran pernafasan, maka infeksi tidak terjadi pada saluran pernafasan tersebut.

Sementara, pada bagian tubuh yang lain yang tidak terdapat zat kebal, memungkinkan terpapar bibit penyakit. “Inilah bedanya dengan kekebalan humoral yang dapat menangkis serangan bibit penyakit di lokasi tubuh yang manapun,” jelas alumni pasca sarjana UNRI ini.

Vaksin merupakan mikroorganisme bibit penyakit yang telah dilemahkan virulensinya atau dimatikan dan apabila diberikan pada ternak tidak menimbulkan penyakit melainkan dapat merangsang pembentukan zat kebal yang sesuai dengan jenis vaksinnya.

Sedang vaksinasi merupakan tindakan memasukkan vaksin ke dalam tubuh ternak dan merupakan suatu usaha dengan tujuan melindungi ternak terhadap serangan penyakit tertentu.

Bagi peternak, vaksinasi sudah merupakan kegiatan rutin dalam usaha peternakannya.

Lebih lanjut dipaparkannya bahwa vaksinasi yang dilakukan peternak dengan cara tetes mata, tetes hidung, air minum dan spray akan merangsang badan ayam untuk membentuk kekebalan lokal, sedangkan pelaksanaan vaksinasi dengan injeksi atau suntikan akan merangsang pembentukan kekebalan humoral atau menyeluruh.

Pada anak ayam, aplikasi vaksinasi biasanya dengan cara tetes mata atau tetes hidung, dan kadang-kadang pemberiannya melalui suntikan bila yang jenis vaksinnya inaktif. Vaksinasi melalui air minum tidak bisa dilakukan, karena anak ayam umur 1-4 hari minumnya masih sedikit dan tidak teratur.

Pada ayam dewasa, aplikasi vaksinasi biasanya dengan tetes mata, tetes hidung, air minum dan suntikan. “Hanya melalui suntikan yang dapat memberi jaminan ketepatan dosis vaksin yang diberikan pada ayam,” pungkas Firdaus.

Anda tentu punya penagalaman yang dapat disarikan untuk sebuah langkah sukses mengatasi penyakit kekebalan tubuh ayam ini. Informasi di atas tentu dapat menjadi sebuah bandingan untuk langkah pasti dan semakin pasti!

PEMBUATAN PAKAN BENTUK PELLET

Karakterisasi
Karakterisasi merupakan tahap awal yang selalu digunakan dalam proses pengolahan. Karakterisasi yaitu pengumpulan dan evaluasi terhadap informasi yang dimiliki bahan meliputi:
sifat fisik, kimia dan biologis
Fungsi bahan secara biologis dan social
Nilai ekonomi bahan (harga dan kompetisi)
Ketersediaan (produksi dan kelangkaan)

Seleksi
Seleksi adalah mempertimbangkan apa yang dimiliki dan apa yang dikehendaki. Seleksi ini dimulai dari informasi yang didapatkan dari karakterisasi merumuskan tujuan pengolahan bahan pakan, kemudian analisis dari bahan pakan dilihat dari segi positif dan negatif dari penggunaannya. Setelah dilkukakan seleksi maka akan dihasilkan bahan-bahan pilihan

Receiving
Pengadaan bahan pakan
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pengadaan bahan pakan adalah:
Bahan baku yang dibeli berkualitas bagus yang telah dilengkapi dengan hasil analisis laboratorium
Daerah untuk penerimaan dan pembongkaran bahan baku harus bersih dan drainase yang baik
Transportasi yang akan digunakan untuk mengangkut bahan baku harus diperiksa keadaan fisik dan kebersihannya. Kendaraan untuk mengangkut ternak tidak digunakan untuk mengangkut pakan.

Pengelolaan bahan pakan
Pengambilan sampel bahan pakan dilakukan pada saat awal, pertengahan dan di akhir pemuatan dan diambil pada 5 tempat pada kemasan material yaitu 4 sudut dan bagian tengah. Pengambilan sampel ini diambil dengan arah diagonal. Apabila bahan baku berupa cairan pengambilan sampel dapat dilakukan setelah bahan cair tersebut didiamkan 5 menit.
Semua sampel harus diletakkan pada peti yang besar kemudian dicampur dan sebanyak ¼ sampai dengan ½ kg diletakkan pada temapat tertentu untuk identifikasi. Identifikasi yang dilakukan adalah tanggal, nomor kendaraan, bahan baku, jumlah penerimaan, nama pemasok dan nama pengambil sample.
Semua sample dan produk harus dijaga dari kerusakan yang disebabkan oleh tikus, serangga, kelembaban dan jamur. Pencegahannya dapat ditempatkan di dalam freezer.
Penyimpanan bahan pakan
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penyimpanan bahan pakan adalah:
Tempat penyimpan pakan harus bersih dan kering
Tipe penyimpan pakan harus mudah mengalirkan pakan dengan sudut kemiringan kurang lebih 260
Tempat penyimpan pakan/bin harus sering dibersihkan. Hal ini untuk menghindari pencemaran pakan. Pakan yang menempel pada bagian yang tidak terjangkau akan tertinggal di dalam bin untuk beberapa saat lamanya dan kemungkinan akan keluar sedikit demi sedikit terbawa oleh aliran bahan pakan berikutnya

Material Processing
Berdasarkan sifat, fungsi dan tujuannya pengolahan bahan pakan terdiri atas:
Proses Fisik
Proses fisik yang dilakukan antara lain:
  • Proses thermal
Proses thermal yaitu proses pengubahan secara fisik bahan pakan dengan suhu dan dilakukan dengan melihat sifat kimiawi dari bahan pakan tersebut. Tujuannya adalah untuk menghilangkan komponen antinutrisi, meningkatkan kecernaan dan meningkatkan palatabilitas. Proses thermal dapat dilakukan secara basah atau kering. Kerugian dari proses thermal adalah non-enzymatic browning reaction untuk bahan tertentu.
  • Proses perubahan bentuk
Proses perubahan bentuk dilakukan untuk mengurangi reduksi ukuran bahan pakan sehingga lebih mudah dalam proses lanjutan. Tujuannya adalah untuk meningkatkan homogenitas, densitas dan memperluas permukaan bahan pakan. Proses perubahan bentuk ini antara lain dengan cara grinding (penggilingan), rolling (penghancuran), cracking (pemecahan) atau dengan cutting (pemotongan). Proses reduksi ukuran bahan pakan ini tergantung dari sifat fisik bahan pakan itu sendiri.
  • Perubahan densitas
Perubahan densitas yaitu proses pengubahan tingkat kepadatan dari bahan pakan yang nantinya akan lebih mempermudah dalam proses lanjutan produk intermediet maupun penggunaan produk
  • Pewarnaan
Pewarnaan dilakukan untuk meningkatkan nilai kompetitif dari produk. Pewarna yang digunakan biasanya pewarna alami yang dibuat dari tumbuhan seperti carotene dan cucurmin, juga yang paling banyak adalah pewarna sintetik baik yang berasal dari bahan organic maupun anorganik. Selain itu perlu diperhatikan efek samping dari penggunaan zat pewarna tersebut. Di satu sisi pewarna akan lebih memberikan nilai lebih dari segi tampilan produk namun bila ditinjau dari segi toksisitas, zat pewarna akn mempengaruhi nutrient yang ada dalam bahan pakan.
Proses Kimiawi
Fortifikasi : Penambahan/pengayaan suatu bahan atau zat tambahan
pada suatu produk untuk meningkatkan kualitas produk
tersebut
Coating : Pelapisan komponen nutrisi sehingga tidak terdegradsi
dalam proses digesti
Hidrolisis : Pemecahan struktur dengan zat kimia (asam dan alkali),
dimaksudkan memberikan kemudahan pada aspek digesti
Proses Biologis
Kultur/budidaya : Pemanfaatan/peningkatan nilai ekonomi dan social suatu bahan dengan proses biologis (Kultur sel, Protein Sel Tunggal)
Dekomposisi : Perubahan bentuk fisik/komposisi nutrisi bahan
Fermentasi dengan bantuan aktivitas MO
Proses Gabungan
Proses ini merupakan gabungan diantara ketiga proses diatas, baik fisik-biologis, fisika-kimiawi atau biologi-kimiawi.

Mixing
Sebelum memasuki tahap mixing, bahan pakan yang digunakan harus melalui proses grinding. Proses grinding ada dua macam yaitu:

Pregrind
Pada sistem pregrind, semua bahan baku kasar yang harus dihaluskan akan masing-masing menjalani proses grinding untuk kemudian ke tahap mixing. Kelemahan dari pregrind yaitu kurangnya homogenitas bahan pakan yang dicampur.

Postgrind
Pada sistem postgrind, hasil mixing akan disalurkan ke hammer mill untuk proses grinding yang kedua kalinya. Dengan cara ini akan diperoleh hasil pakan yang sangat halus dan kualitas pellet yang jauh lebih baik. Sistem post grinding cocok untuk feed mill dimana persentase pakan butiran sangat dominant.

Proses mixing
Pada proses mixing yang perlu diperhatikan adalah:
1. Proporsi bahan dan penimbangan
Proporsi bahan harus sesuai dengan imbangan nutrient yang terkandung dalam pakan. Penimbangan bahan-bahan harus dilakukan dengan timbangan yang mempunyai tingkat ketelitian tinggi terutama untuk bahan-bahan dengan jumlah kecil seperti vitamin, mineral, kalsium karbonat, asam amino kristal, pemacu pertumbuhan, dll.
2. Alat
Mixer vertical
Digunakan untuk menggiling bahan pakan yang kasar. Mixer tipe ini mencampur bahan pakan dengan arah kebawah dan keatas.
Mixer horizontal
Digunakan untuk menggiling bahan pakan yang cair dan halus. Mixer tipe ini mencampur bahan pakan dengan arah samping.
Mixer tabung
Digunakan untuk menggiling campuran bahan pakan kasar, halus dan cair. Mixer ini mencampur bahan dengan arah rotasi
Yang perlu diperhatikan dalam tahap mixing adalah untuk bahan-bahan yang penggunaannya dalam jumlah yang kecil ditambahkan pada bagian terakhir dari mixing.

Proses Pembuatan Pelet
Proses pengolahan pellet terdiri dari 3 tahap yaitu:
Pengolahan Pendahuluan
Ditujukan untuk pemecahan dan pemisahan bahan-bahan pencemar atau kotoran dari bahan yang akan digunakan.
Pembuatan pellet terdiri atas proses pencetakan, pendinginan dan pengeringan.
Perlakuan akhir terdiri dari proses sortasi, pengepakan dan pergudangan
Pada proses pembuatan pellet terdapat proses kondisioning dimana campuran bahan pakan dipanaskan dengan air dengan tujuan untuk gelatinisasi. Tujuan gelatinisasi yaitu agar terjadi pencetakan antar partikel bahan penyusun sehingga penampakan pellet kompak, durasinya mantap, tekstur dan kekerasannya bagus. Gelatinisasi merupakan rangkaian proses yang dimulai dari imbibisi air, pembengkakan granula sampai granula pecah. Pecahnya granula pati disebabkan karena pemanasan melebihi batas pengembangan granula.
Penguapan dalam proses pembuatan pakan berbentuk pellet bertujuan :
Pakan menjadi steril, terbebas dari kuman atau bibit penyakit.
Menjadikan pati dari bahan baku yang ada sebagai perekat.
Pakan menjadi lunak, sehingga apabila diberikan pada ternak ayam maka akan lebih mudah mencernanya. Menciptakan aroma pakan yang lebih merangsang nafsu makan ayam.
Penguapan dilakukan dengan bantuan steam boiler yang uapnya diarahkan ke dalam campuran pakan. Apabila pencampuran dilakukan dengan mixer jenis beton molen, proses penguapan dilakukan sambil mengaduk campuran pakan tersebut. Penguapan tidak boleh dilakukan diatas suhu yang diizinkan, yaitu sekitar 800C. Penguapan dengan suhu terlalu tinggi dalam waktu yang lama akan merusak atau setidaknya mengurangi kandungan beberapa nutrisi dalam pakan, khususnya vitamin dan asam amino. Beberapa mesin cetak pellet berkapasitas sedang dan besar mempunyai fasilitas penguapan ini. Jadi, penguapan atau steaming tidak dilakukan pada saat pencampuran, tetapi pada saat pencetakan.

Pencetakan
Setelah semua bahan baku tercampur secara homogen, langkah selanjutnya adalah mencetak campuran tadi menjadi bentuk pellet. Banyak jenis mesin yang dapat digunakan, mulai mesin sederhana hingga mesin yang biasa digunakan pada industri pakan. Mesin pencetakan sederhana bisa merupakan hasil modifikasi gillingan daging yang diberi penggerak berupa motor listrik atau motor bakar.
Perbedaan mendasar antara mesin pencetak pellet sederhana dan mesin pencetak pellet yang digunakan di industri pakan terletak pada sistem kerja mesin tersebut. Sistem kerja mesin cetak sederhana adalah dengan mendorong bahan pakan campuran didalam sebuah tabung besi atau baja dengan menggunakan ulir (screw) menuju cetakan (die) berupa pelat berbentuk lingkaran dengan lubang-lubang berdiameter 2-3 mm, sehingga pakan akan keluar dari cetakan tersebut dalam bentuk pellet.
Kelemahan sistem ini adalah diperlukan tambahan air sebanyak 10-20% kedalam campuran pakan, sehingga diperlukan pengeringan setelah pencetakan tersebut. Penambahan air dimaksudkan untuk membuat campuran atau adonan pakan menjadi lunak, sehingga bisa keluar melalui cetakan. Jika dipaksakan tanpa menambahkan air ke dalam campuran, mesin akan macet. Disamping itu, pellet yang keluar dari mesin pencetak biasanya kurang padat.

Pengeringan
Pengeringan pada intinya adalah mengeluarkan kandungan air di dalam pakan menjadi kurang dari 14%. Proses pengeringan perlu dilakukan apabila pencetakan dilakukan dengan mesin sederhana. Jika pencetakan dilakukan dengan mesin pellet sistem kering, cukup dikering-anginkan sajahingga uap panasnya hilang, sehingga pellet menjadi kering dan tidak mudah berubah kembali ke bentuk tepung.
Proses pengeringan bisa dilakukan dengan penjemuran dibawah terik matahari atau menggunakan mesin. Keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan. Penjemuran secara alami tentu sangat tergantung kepada cuaca, higienitas atau kebersihan pakan harus dijaga dengan baik, jangan sampai tercemar debu, kotoran dan gangguan hewan atau unggas yang dikhawatirkan akan membawa bibit penyakit. Mesin pengering yang umum digunakan sangat beragam, diantaranya oven pengering.
Dalam oven pengering, pellet basah disimpan dalam baki dan oven dipanaskan dengan bantuan kompor minyak tanah, batu bara atau bahan bakar lainnya. Penyimpanan pellet dalam baki tidak boleh terlalu tebal, supaya dihasilkan pengeringan yang merata dan harus sering dibalik supaya tidak gosong. Yang perlu diperhatikan apabila menggunakan alat pengering adalah suhu pemanasan tidak boleh lebih dari 800 C. Pemanasan dengan suhu yang terlalu tinggi akan merusak kandungan nutrisi pakan, serta membuat pakan menjadi terlalu keras.

Packaging/Pengemasan
Fungsi pengemasan adalah melindungi pakan jadi dari cahaya dan embun serta zat pancemar lingkungan lain. Tujuan pengemasan yaitu:
Mencegah kerusakan
Memudahkan dalam penanganan
Menghindari kontaminasi
Nilai estetika
Yang perlu diperhatikan dalam pengemasan yaitu:
Bahan pengemas harus memperhatikan sifat fisika, kimia dan biologi bahan yang akan dikemas
Derivat polistiren dan polietilen lebih banyak digunakan sebagai bahan pengemas karena tidak mudah dicerna mikroorganisme, kuat dan ringan
Daya tahan suhu bahan pengemas
Tidak mengandung logam beracun

Labelling
Pemberian label pada kemasan perlu dilakukan untuk memberitahukan petani mengenai identitas pabrik dan jenis pakan. Label juga menjelaskan isi dari kantong kemasan. Jika pakan dibubuhi obat, peringatan harus jelas tercantum bersama dengan aturan pakai untuk jenis ternak yang menjadi komoditas dari pakan tersebut.

Warehousing (Pergudangan)
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan dalam gudang yaitu:
Kadar air tidak lebih dari 14%
Pakan harus dikemas dengan menggunakan karung plastic supaya tidak terjadi kontak langsung dengan udara
Pakan disimpan dalam ruangan yang sejuk, kering, tidak lembap, sirkulasi udara baik dan tidak terkena sinar matahari langsung
Tumpukan karung pakan sebaiknya tidak terlalu tinggi dan harus diberikan alas berupa platform dari kayu atau papan dengan ketinggian 10-15 cm dari lantai
Penerapan manajemen pergudangan, pakan yang akan digunakan adalah yang masuk ke gudang lebih awal (fifo-first in first out)

Menjaga kualitas Pelet
Menjaga kualitas pellet dapat kita lakukan dari beberapa segi yaitu:
Bahan Baku
Untuk membuat pakan yang bermutu diperlukan bahan baku yang berkualitas baik. Contohnya jagung kuning, kadar airnya tidak boleh berlebih karena jagung seperti ini kandungan nutrisinya akan menyimpang jauh dari nilai standar. Di samping itu, proses penggilingan menjadi bentuk tepung akan sulit dilakukan. Jagung yang terlalu lama disimpan tanpa ada upaya pengawetan tidak boleh digunakan karena kandungan nutrisinya akan menurun atau bahkan akan menghilang selama penyimpanan tersebut. Begitu juga bahan baku lainnya, seperti bungkil kelapa. Untuk bahan ini, jangan gunakan bahan yang telah tengik karena nutrisinya telah rusak. Apalagi menggunakan bahan baku yang telah berjamur, sangat tidak dianjurkan. Bahan demikian akan menimbulkan racun yang membahayakan ternak. Apabila penyimpanan bahan baku tidak sempurna, dapat dipastikan pakan yang dihasilakan akan berkualitas jelek. Karena itu, penyiapan bahan baku merupakan awal dari keberhasilan pembuatan pakan.

Formula pakan yang baik
Formula yang dibuat harus seimbang dengan kebutuhan nutrien yang diperlukan tidak berlebih atau kurang. Perlu dicermati apabila terjadi kesalahan pada penyusunan formula maka akan dapat mempengaruhi kualitas pellet dan itu juga akan mempengaruhi metabolisme dalam tubuh ternak yang mengkonsumsinya.

Proses Pembuatan pellet
Yang perlu diperhatikan dalam proses pembuatan pellet adalah pada saat proses conditioning. Efek samping yang ditimbulkan oleh proses conditioning yaitu menguapnya asam lemak rantai pendek, denaturasi protein, kerusakan vitamin dan terjadinya reaksi “Maillard” yaitu polimerisasi gula pereduksi dengan asam amino primer membentuk senyawa melanoidin berwarna coklat, prose ini terjadi karena adanya pemanasan. Warna coklat ini akan menurunkan kualitas pellet dari segi penampakan warna pellet. Antisipasi untuk mengatasi hal ini adalah:
Kualitas uap yang dihasilkan oleh steam boiler
Uap yang dihasilkan harus kering dan tidak mengandung uap air ketika masuk pada conditioner. Untuk pakan ruminansia dan pakan yang berserat tekanan uapnya berkisar 4 Bar dan 1 sampai 2 Bar untuk jenis pakan yang mengandung pati.
Percepatan uap air yang masuk dalam conditioner
Penempatan pipa uap airyang masuk ke dalam conditioner
volume bahan pakan yang ada dalam conditioner
Proses pembuatan pellet yang sempurna akan menghasilkan pellet dengan kualitas yang baik.
Bentuk fisik pellet yang baik:
1. Hardness (tingkat kekerasan )
Pellet yang baik mempunyai tingkat kekerasan yang sedang. Pellet tidak boleh terlampau keras atau terlalu lunak.
2. Durabilitas
Durabilitas yaitu kemampuan dari pellet untuk mempertahankan bentuknya dari penanganan atau pada saat pengiriman. Pellet yang baik tidak mudah pecah, tidak retak-retak dan tidak berdebu.
3. Appearance (penampilan)
Pellet yang baik mempunyai ukuran yang agak panjang dan seragam, bentuk rupanya baik dan kompak serta tidak ditumbuhi oleh jamur.
Proses penyimpanan pellet
Pellet yang telah dikemas dijaga supaya tidak terjadi kerusakan selama penyimpanan. Untuk itu, Perlu memperhatikan hal-hal berikut:
Kadar air tidak lebih dari 14%
Pakan harus dikemas dengan menggunakan karung plastic supaya tidak terjadi kontak langsung dengan udara
Pakan disimpan dalam ruangan yang sejuk, kering, tidak lembap, sirkulasi udara baik dan tidak terkena sinar matahari langsung
Tumpukan karung pakan sebaiknya tidak terlalu tinggi dan harus diberikan alas berupa platform dari kayu atau papan dengan ketinggian 10-15 cm dari lantai
Penerapan manajemen pergudangan, pakan yang akan digunakan adalah yang masuk ke gudang lebih awal (fifo-first in first out)
Dengan melihat hal-hal diatas dapat disimpulkan bahwa kualitas pellet yang baik dimulai dari langkah awal pembuatan pellet yaitu pengadaan bahan baku hingga langkah akhir yaitu penyimpanan. Dengan menjaga kualitas pada setiap step pembuatan pellet.
Daftar PustakaPujoningsih, R. I. 2004. Teknologi Pengolahan Konsentrat. Fapet UNDIP
*Yuni Primandini, S.Pt (dari beberapa sumber)
1. Mahasiswa Pasca Sarjana Program Magister Ilmu Ternak Fakultas Peternakan
Universitas Diponegoro Semarang tahun 2007
2. Alumnus Program Studi S-1 Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan
Universitas Diponegoro Semarang tahun 2006

Senin, 13 April 2009

Pemeliharaan Ayam Petelur Fase Grower

Masa pertumbuhan pada ayam petelur di bagi menjadi 2 fase yaitu:
- fase starter antara umur 0 – 6 minggu dan
- fase grower antara umur 14 – 20 minggu disebut fase developer (pengembangan).
Pemeliharaan fase grower, fase produksi dan program peremajaan dengan melalui force molting. Fase developer merupakan fase pertumbuhan yang sudah menurun, sedangkan konsumsi ransum terus bertambah. Sehingga jika ransum yang diberikan adlibitum maka akan terjadi kegemukan dan pada saat akan berproduksi telur pertama yang dihasilkan kecil-kecil sehingga penggunaan energi tidak efisien.

Pengelolaan Fase Grower
Fase grower pada ayam petelur, terbagi ke dalam dua kelompok umur yaitu 6 – 14 minggu dan umur 14 – 20 minggu sering disebut dengan fase developer. Ada beberapa cara pemeliharaan untuk mengurangi terjadinya stress akibat pemindahan kandang, yaitu :
1. Brooding House as Growing House
Kandang yang digunakan untuk pemeliharaan ayam (DOC), dilanjutkan pemeliharaan sampai mencapai umur 6 – 14 minggu. Kandang yang digunakan kandang sistem litter. Dipindahakan dari kandang grower sekitar 14 minggu.
2. Grow - Lay – House
Kandang yang digunakan pada fase pertumbuhan, juga digunakan sampai akhir bertelur yaitu sejak umur 6 minggu.
3. Brood – Grow – Lay – House
Ayam dipelihara dalam kandang yang sama, sejak ayamdipelihara umur satu hari sampai akhir bertelur.
Kepadatan kandang dapat mempengaruhi pertumbuhan yang baik. Bila kandang terlalu padat, umumnya menyebabkan pertumbuhan yang lambat, kanibalisme, efisiensi penggunaan ransum rendah. Luas tempat pakan, tempat air minum, luas lantai perelor dipengaruhi oleh tipe lantai kandang, besar badan ayam, temperatur lingkungan, ventilasi kandang dan perlengkapan kandang.

Ransum untuk Grower
Umumnya ransum grower digunakan protein ransum 15 % dan energi 2900 kkal/kg. Bahan-bahan pakan untuk menyusun ransum ayam fase grower sama seperti fase produksi untuk anak ayam. Perbedaannya pada penyusunan ransumnya karena kebutuhannya tidak sama. Menyusun ransum yang perlu dipertimbangkan yaitu bahan pakan yang digunakan harus berkualitas baik.
Restricted Feeding (Pembatasan Pemberian Ransum)
Ayam tipe medium mempunyai sifat sebagai petelur juga sebagai pedaging yang baik. Penimbunan lemak ini umumnya lebih banyak terjadi pada masa developer yaitu pada saat pertumbuhan sudah menurun dan pertama-tama akan ditimbun di alat-alat reproduksi. Pengaruh yang kurang menguntungkan karena :
§ Total produksi telur per tahun menurun, pada saat fase produksi
§ Angka kematian lebih tinggi
§ Penggunaan energi tidak efisien pada saat memasuki tahap produksi
§ Cepat mencapai dewasa kelamin (masak dini).
Untuk mengatasi kegemukan dilakukan pembatasan jumlah ransum yang diberikan pada saat menjelang bertelur, dengan tehnik pelaksanaan :
§ Mengurangi kadar protein/ asam amino
§ Mengurangi jumlah energi yang diberikan
§ Membatasi waktu pemberian ransum
§ Membatasi jumlah air yang diberikan

Pemotongan Paruh
Pemotongan paruh pada pada ayam tipe leghorn dan jenis ayam petelur , umumnya dipotong pada umur 10 – 14 minggu. Paruh bagian atas dipotong lebih pendek dari y7ang bawah atau dipotong 1/3 – 2/3 bagian atau 0,45 – 0,63 di depan nostril (depan lubang hidung).
Hal-hal yang perlu diperhatikan bila kita akan melakukan pemotongan paruh :
§ Tidak melaksanakan pemotongan paruh selama periode vaksinasi, karena akan menambah stress dan ayam akan mudah terserang penyakit.
§ Memberi ransum segera setelah paruh dipotong
§ Menambah jumlah makanan/minuman setelah paruh dipotong
§ Memotong paruh sebaiknya pada saat suhu dingin (sore hari)
§ Tidak memotong paruh pada saat menjelang bertelur, karena akan menyebabkan lambatnya bertelur.

Agar tidak terjadi stress yang terlalu berat, hal-hal yang perlu diperhatikan :
§ Pemindahan sebaiknya dilakukan pada malam hari.
§ Bila terpaksa bila dilakukan pada siang hari tetapi tidak waktu hari panas.
§ Setelah pemindahan bisa diberikan antibiotik (3 – 5) untuk mencegah blue comb.
§ Vaksinasi harus sudah lengkap.

Pencegahan Penyakit Ayam mati segera dibuang pada tempat pembuangan khusus dan yang sakit segera diobati atau dikarantina. Burung-burung liar dicegah agar tidak bisa masuk ke lingkungan kandang karena dikhawatirkan akan membawa penyakit. Untuk mencegah timbulnya penyakit unggas menular dengan melalui vaksinasi. Bila perlu diberikan vitamin dan obat-obatan

MENGOPTIMALKAN PRODUKSI AYAM PETELUR


Bagaimana cara mengoptimalkan produksi ayam petelur ? Pertanyaan ini sering kita jumpai dilapangan. Pelaku bisnis peternakan ayam petelur sering dihadapkan pada situasi dimana ayam petelurnya tidak mampu berproduksi secara optimal. Kunci utama untuk mencapai produksi layer yang optimal yaitu manajemen yang baik pada fase Starter dan grower serta didukung dengan baiknya sistem recording di Farm.


1. Layer Farm selayang pandang

Beberapa minggu yang lalu saat penulis melakukan kunjungan (customer visit) di beberapa daerah Jawa Timur, banyak pertanyaan maupun keluhan seputar ayam petelur. Dari sekian banyak pertanyaan tersebut intinya mempertanyakan bagaimana cara mengoptimalkan produksi ayam petelur. Dari sekian banyak peternak belum mengetahui secara pasti apakah produksi telurnya telah optimal atau belum.

Hal ini terjadi dikarenakan bisnis ayam petelur tersebut belum melakukan praktik manajemen dan pengelolaan yang baik, misalnya belum teraturnya sistem recording sehingga kita tidak bisa dengan cepat memantau fluktuasi produksi mingguan. Bahkan apabila sistem recording ini dilakukan dengan sedikit menerapkan skill dan pengetahuan komputer maka tidak mustahil fluktuasi harian ayam produksi ayam petelur dapat dipantau dengan baik. Hal ini dapat kita lakukan karena para pelaku industri pembibitan seperti Isa Brown, Lohman brown maupun para feedmiller di Indonesia telah membuatkan softcopy file dalam bentuk excel untuk membantu pelaku bisnis ayam petelur.

Dengan melakukan recording yang baik maka peternak dapat memantau %HD, %Deplesi, FCR, Egg weight dll yang akan dibandingkan dengan standar produksi dari ayam petelur tersebut. Misalnya dari pembibitan isa brown mematok berat badan (body weight) pada umur 18 minggu sebesar 1,54 – 1,6 kg, serta mentarget FCR dari umur 18 – 76 minggu sebesar 2.06 – 2.16, puncak produksi bisa dicapai umur 26 minggu dg kisaran 94 – 96 % HD dengan daya hidup (liveability) sampai afkir yaitu 93.7%. Dengan melihat standar tersebut maka bukan suatu yang mudah untuk dicapai. Untuk mencapai hal tersebut maka peternak harus benar menyiapkan pondasi yang kuat untuk mencapai hal tersebut, seperti baiknya tatalaksana pemeliharaan dari fase starter sampai fase grower. Mengapa Fase starter dan grower harus mendapat perhatian khusus? Karena fase ini merupakan masa pertumbuhan dan pembentukan frame ayam peterlur. Bahkan beberapa literatur menyebutkan fase starter (0 – 4 minggu) sebagai masa kritis 1.

2. Selintas fase Starter

Pada umur 0 – 4 minggu merupakan fase starter dimana terjadi pembelahan dan pertumbuhan sel yang tinggi. Sehingga pada fase ini merupakan kunci awal untuk mencapai keberhasilan pencapaian bobot badan. Pada fase ini kesempatan kita untuk mengejar target bobot badan sehingga pakan yang diberikan harus mempunyai nilai nutrisi yang baik buat pertumbuhan otot. Secara umum keberhasilan pada fase ini dipengaruhi oleh kualitas DOC, Pakan serta Lingkungan, yang dimaksud disini yaitu bahwa untuk mencapai pertumbuhan yang standar maka harus didukung dengan kualitas DOC yang baik, kondisi lingkungan yang kondusif serta kualitas pakan yang baik.

DOC yang baik adalah DOC yang mempunyai bobot antara 34-38 g, seragam, lincah serta tidak mengalami cekaman stress dan dehidrasi. Sedangkan kondisi lingkungan harus mendukung seperti kondisi biosecurity yg baik, kondisi brooder dengan suhu yang ideal, tingkat kepadatan maupun peralatan kandang yang cukup memadai. Pakan yang baik adalah pakan yang dapat memenuhi kebutuhan nutrisi pada fase kritis ini misalnya kandungan protein minimal 20.5 % dan kandungan energi minimal 2950 kkal berbentuk fine crumble.

Pada fase ini harus diperhatikan juga mengenai manajemen pemberian pakannya, pemrograman vaksinasi serta perlakuan pemberian feed additives untuk mendukung immunity ayam seperti penambahan vitamin C ataupun larutan elektrolit. Untuk mengkondisikan DOC supaya cepat beradaptasi dengan lingkungan maka dapat dilakukan dengan cara langsung memberikan pakan pada DOC yang baru ditebar. Keuntungan dengan cara ini maka DOC akan sesegera mungkin mengoptimalkan fungsi-fungsi organ pencernaan sehingga kandungan kuning telur sebagai cadangan makanan akan segera terserap habis, karena jika kuning telur tidak segera terserap habis maka akan mengganggu pertumbuhan DOC itu sendiri. Selain itu juga harus dilakukan potong paruh pada umur 8 – 10 hari, hal ini agar memudahkan DOC mengkonsumsi pakannya.

Disaat fase starter 0-4 minggu didalam kandang postal maka pemberian pakan bisa diberikan adlibitum (habis langsung diisi) bisa lebih dari 8 kali perhari. Pemberian pakan dengan jalan ini selain untuk mengejar target bobot badan juga akan membuat ukuran tembolok akan lebih besar sehingga akan mendorong pencapaian feed intake pada waktu memasuki fase produksi. Pada fase ini harus diperhatikan jumlah feeder dan tempat air di dalam kandang brooder.

Memasuki minggu ke-4 maka dapat dilakukan penimbangan secara random kurang lebih 20% untuk mengetahui uniformity ayam. Dan segera dipisahkan untuk ayam yang dibawah 300 g untuk dilakukan treatment perpanjangan pemakaian pakan starter. Pada praktiknya sering peternak memakai pakan starter sampai umur 7-8 minggu. Setelah itu diganti dengan pakan grower.

3. Selintas fase Grower

Perjuangan untuk mencapai performa produksi layer masih panjang. Setelah DOC mulai tumbuh besar mencapai bobot 500 gram pada umur 6 minggu maka ayam-ayam tersebut telah dikelompokkan pada fase grower dimana pada fase ini mulai dominan pembentukan otot-otot tulang yang akan membentuk “frame” dari ayam layer tersebut. Sehingga pada fase inipun harus disesuaikan pakan yang akan diberikan. Pakan grower mengandung protein 16 – 18 % dengan level energi sebesar 2750 – 2800 kkal. Dan pada fase ini kalsium yang diberikan sebagian berbentuk granular kurang lebih 3 mm. Pemberian sumber kalsium dengan ukuran tersebut bermanfaat untuk perkembangan gizzard yang lebih baik.

Pada fase ini juga harus dilakukan potong paruh yang kedua. Bisa dilakukan antara umur 8 – 10 minggu. Lebih cepat dilakukan potong paruh maka akan lebih memudahkan pencapaian feed intake dan tentunya target bobot badan juga mudah didapat. Memasuki umur 12 – 13 minggu maka ayam dara tersebut sudah siap untuk dipindahkan ke kandang batere. Pada umur ini bias dikatakan awal persiapan bertelur. Dan kondisi ini mengharuskan agar Feed intake minimal mencapai 80 gram/ekor/hari. Dengan pencapaian feed intake harian maka akan mendorong kematangan reproduksi saat mulai menginjak umur 16 minggu. Kematangan reproduksi ini dapat dilihat dengan kondisi jengger dan pial yang berwarna merah darah. Warna merah itu diakibatkan dari aktivitas hormon-hormon reproduksi. Dan sebaliknya jika warnanya lebih pucat maka disarankan untuk melakukan treatment penambahan mineral Se dan Vit E untuk memacu kematangan reproduksi yang lebih baik. Selain itu untuk memacu kinerja hormon reproduksi maka dapat dilakukan dengan perlakuan intensitas penyinaran yang baik. Intensitas cahaya yang baik untuk mempercepat kematangan reproduksi yaitu 10 -20 lux, dengan lama penyinaran 12-15 jam.

Memasuki fase pre-lay maka pakan yang diberikan pun harus sesuai yaitu protein minimal harus 17% dengan energi minimal 2700 kkal. Energi disini lebih rendah dikarenakan agar tidak terjadi over fat deposition di abdominal maupun di saluran reproduksi, selain itu kalsium yang disediakan minimal 2% dengan proporsi yang berukuran 3 mm lebih dari 60%. Pada fase ini diharapkan adanya peningkatan density asam amino. Dengan tercukupinya kebutuhan asam aminonya maka ayam akan bertelur tepat waktu dan dapat mencapai puncak produksinya sesuai dengan standar yang dikeluarkan dari perusahaan pembibitan ayam.

4. Kesimpulan

Pada dasarnya untuk mencapai performa produksi yang optimal pada bisnis ayam petelur maka yang harus dilakukan:

a. Manajemen pemeliharaan yang baik sejak starter, grower sampai laying. Meliputi Biosecurity lingkungan yang baik, tatalaksana pemberian pakan, program lighting serta pelaksanaan program vaksinasi. Dan perlu diingat bahwa setiap fase pemeliharaan saling berhubungan sehingga alangkah bijaksananya setiap fase pemeliharaan dilakukan dengan baik.

b. Melakukan sistem recording standard yang baik. Jika memungkinkan lakukan pencatatan berbasis komputer sehingga keakuratan pembacaan data akan lebih baik. Dan dengan sentuhan teknologi komputer ini maka peternak dapat segera merespon setiap ada gejolak produksi. Program recording berbasis komputer dapat diminta melaui TS feed atau TS breeder yang ada.

c. Mencoba memulai untuk lebih terbuka “open mind” sehingga proses tranfer knowledge (pengetahuan) dari pabrikan pakan ke peternak akan berjalan lancar. Selain itu juga harus mulai mempersiapkan SDM yang terdidik dikandang.

d. Mencoba untuk membuat ayam lebih nyaman dalam berproduksi dengan jalan peningkatan program animal welfare. Mudah-mudahan dengan ayam bahagia maka peternakpun ikut bahagia.

Akhirnya mudah-mudahan sekelumit tulisan ini dapat bermanfaat dan menjadi wacana bagi kita bersama.
(sumber : beberapa referensi)

Manajemen Pakan Layer Masa Produksi


Kunci keberhasilan pencapaian produksi telur yang optimal terletak pada managemen pemeliharaan meliputi manajemen perkandangan, pencahayaan, managemen program kesehatan dan yang pasti managemen pemberian pakan. Manajemen pemberian pakan penting diperhatikan dikarenakan pada fase ini layer membutuhkan intake nutrisi yang cukup untuk mencapai produksi yang optimal. Pada kesempatan kali ini akan di bahas mengenai manajemen pemberian pakan.

a. Pengadaan Pakan dan Bahan Baku Campuran

Pada ternak layer fase produksi, pakan merupakan sumber utama asupan nutrisi bagi produksi telur dan untuk memelihara fungsi tubuh secara normal. Kandungan nutrisi pakan dan jumlah pakan yang harus diberikan per ekor perhari dipengaruhi oleh strain dan lingkungan setempat

Pada umumnya saat ini peternak layer skala kecil dan menengah menggunakan pakan konsentrat (K 204 36, AS 204 K, F 124 K) ataupun pakan komplit (Fly 204, B 204 SG, B 204 SP ). Sedangkan bagi peternak besar biasanya sudah mampu membuat pakan sendiri (self mixing) dengan mencampurkan beberapa jenis bahan baku seperti SBM, MBM, FM dll. Bagi peternak self mixing tetap disarankan untuk menggunakan pakan pabrik (pakan komersial) yang berguna sebagai kontrol apakah formula dan campuran yang dibuat sendiri tidak bermasalah. Dengan kata lain pakan komersial itu berfungsi sebagai pembanding. Hal ini dilakukan juga karena keterbatasan kemampuan peternak self mixing dalam menyeleksi bahan baku yang dibeli.

Bagi peternak yang menggunakan pakan konsentrat seperti K 204 36,F1 dll, harus membuat campuran dahulu antara katul, jagung dan konsentrat sesuai dengan rekomendasi pabrik pakan. Jagung merupakan bahan baku sumber Energi dan juga sumber xantofil dan karotenoid. Xantofil dibutuhkan oleh ayam dalam pembentukan warna kuning telur (egg yolk), sedangkan karotenoid selain sebagai precursor pembetukan vitamin A juga membantu untuk memelihara system immune tubuh sebagai bahan antioksidan. Sehingga disarankan untuk membeli jagung dengan kualitas baik. Secara fisik jagung yang baik terlihat bersih, tidak berjamur (berwarna kecoklatan), tidak banyak tongkol giling, dan komposisinya biji pecahnya sedikit. Apabila banyak terdapat biji pecahnya memudahkan jamur berkembang yang akibatnya akan menyebabkan jagung terkontaminasi dengan micotoxin.

Selain itu peternak diharapkan dapat memilih katul dengan kualitas baik, dikarenakan sampai saat ini masih sering ditemukan kecurangan-kecurangan dalam perniagaan katul. Sampai saat ini kecurangan yang sering dijumpai adalah mencampur katul dengan sekam giling, onggok, serbuk gergaji dan tepung kapur. Sehingga hal ini menyebabkan nilai nutrient dari katul akan berkurang seperti turunnya level energi, meningkatnya serat kasar dan abu yang aka berakibat menurunnya nilai kecernaan dari bekatul tersebut. Dan yang pada akhirnya akan mempengaruhi komposisi campuran pakan yang akan diberikan ke ayam. Tips untuk memilih katul yang baik dengan cara cepat yaitu dengan :

1. Uji remas, untuk merasakan tekstur katul, jika di rasakan ada ketidakwajaran (terlalu kasar/terlalu halus) bisa dilakukan test-test berikutnya
2. Uji Apung, dengan cara memasukkan katul kedalam air, jika banyak pertikel yang mengapung maka diduga banyak kontaminasi sekam/jerami giling.
3. Uji densitas, pada umumnya hasil test densitas katul dilaboratorium berkisar yaitu 0.35 g/ml – 0.40 g/ml, jika densitasnya ekstrim diatas densitas normal bisa diduga ada kontaminasi tepung kapur, atau jika ekstrim dibawah normal bisa diduga katul tersebut terkontaminasi dengan sekam/jerami giling.
4. Test Phloroglucinol, bisa meminta bantuan TS terdekat.

Selain dengan ketelitian pemilihan bahan baku maka diperlukan juga keakuratan penghitungan prosentase bahan yang akan dicampur akan menjamin kualitas campuran pakan konsentrat yang akan diberikan.

b. Teknik Pemberian Pakan.

Dalam management pakan ini selain memperhatikan kandungan pakan juga harus diperhatikan teknik pemberiannya. Pada umumnya untuk daerah tropis dengan suhu berkisar 30 'C pemberian pakan bervariasi antara 110 + 3g sampai 120 + 3 g, angka ini tergantung dari umur, strain, prosentase produksi, dan kondisi lingkungan. Metode pemberiannya tidak adlibitum, tetapi diberikan dengan batasan-batasan untuk lebih mengefisienkan pakan yang diberikan.

Pemberian pakan biasanya dilakukan 2 – 3 kali dalam sehari. Akan tetapi untuk menjaga kondisi pakan supaya tetap segar dan higienis maka dapat diberikan sebanyak 3 kali, yaitu pagi dan sore. Pakan diberikan pagi hari sekitar pukul 05.00 – 05.30 sebanyak 40%, dan kemudian diberikan sebanyak 30% setelah pukul 15.00 dan sisanya setelah pukul 18.00. Pemberian pakan sore hari lebih banyak bertujuan agar feed intake dapat tercapai. Stress panas pada sore hari cenderung lebih berkurang sehingga nafsu makan akan meningkat.

Selain itu untuk mencapai feed intake standart maka perlu dilakukan perlakuan midnight feeding, kurang lebih selama 2 Jam dari jam 00.00 sampai jam 02.00. Hal ini dapat dilakukan karena sehabis tidur diharapkan nafsu makan layer akan meningkat. Dengan perlakuan ini akan menyediakan suplay Ca dan P lewat pakan yang dapat langsung digunakan untuk membantu mengoptimalkan pembentukan kerabang telur. Dan untuk ternak setelah masa puncak atau berumur tua dapat dilakukan pemberian Grit dengan metode 3:3:3, yang dimaksud adalah sebanyak 3 gram, dengan ukuran partikel 3 mm dan diberikan setelah jam 3 sore. Perlakuan ini dapat dilakukan setiap hari sampai afkir. Hal ini untuk menjaga kestabilan kualitas kerabang dan mengurangi kelumpuhan sesaat, karena mobilisasi Ca tulang untuk pembentukan kerabang.

ADDITIVE, ANTIBIOTIK and ANTIOKSIDAN

Imbuhan Pakan (feed additives) adalah setiap bahan yang tidak lazim dikonsumsi ternak sebagai pakan, yang dengan sengaja ditambahkan, memiliki atau tidak memiliki nilai nutrisi, dapat mempengaruhi karakteristik pakan atau produk hewan. bahan tersebut meliputi microorganisme, enzim, pengatur keasaman, mineral, vitamin, dan bahan lain tergantung pada tujuan penggunaan dan cara pemakaiannya. Menurut Murwani et. al. (2002) additive adalah bahan pakan tambahan yang diberikan pada ternak dengan tujuan untuk meningkatkan produktifitas ternak maupun kualitas produksi. Zat additive yang diberikan pada ternak digolongkan menjadi 4, yaitu :
  1. vitamin tambahan

  2. mineral tambahan

  3. antibiotik

  4. anabolik (hormonal)

Berbagai macam feed additive yang bersifat non nutritive menurut Wahju (1997) antara lain :

  1. Makanan tambahan pelengkap untuk memperbaiki tekstur dan kekuatan pakan pellet

  2. Flavoring agent yaitu zat pemberi bau enak yang dipergunakan untuk meningkatkan palatabilitas pakan

  3. enzim-enzim yang memperbaiki daya cerna di bawah kondisi tertentu

  4. Antibiotika, senyawa-senyawa arsen dan nitrofurans dipergunakan pada tingkat rendah untuk melindungi pakan dari serangan perusakan oleh mikroorganisme dan mencegah timbulnya keracunan yang disebabkan oleh mikroflora dalam usus.

  5. Antibiotika yang mempunyai spektrum luas (broad spectrum) dan daya absorpsi yang baik ditambahkan ke dalam pakan untuk memerangi penyakit khusus.

  6. Senyawa-senyawa kimia tertentu dipergunakan untuk meningkatkan daya penyembuhan dari antibiotika terhadap penyakit

  7. obat-obat pencegah cacing dalam saluran pencernaan

  8. Antioksidan untuk mencegah kerusakan asam-asam lemak yang tidak jenuh dan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak karena proses peroksidasi

  9. sumber-sumber karotenoid ditambahkan dalam pakan untuk memperbaiki pigmentasi dari broiler dan kuning telur

  10. Hormon-hormon yang digunakan untuk memperbaiki metabolisme ayam antara lain :

a. Estrogen untuk memperbaiki pertumbuhan

b. Senyawa-senyawa thyroaktif untuk memperbaiki produksi telur, kualitas telur, kualitas kulit telur dan mencegah degenerasi lemak pada kondisi tertentu.

c. hormon untuk menghentikan molting (jatuh bulu).

Antibiotika adalah kelompok zat kimia yang dapat dibuat secara sintetik ataupun diturunkan dari organisme hidup, yang memiliki khasiat mematikan (bakteriosid) atau menghambat pertumbuhan kuman (bakteriostatik). Tujuan utama dari pemberian antibiotika pada ransum adalah agar dapat menghambat pertumbuhan bakteri pathogen (bakteri penyebab penyakit), mencegah kerusakan makanan dalam usus oleh bakteri dan mencegah timbulnya racun oleh kerja bakteri (amonia). Efek lebih lanjut dari pemberian antibiotika adalah kondisi kesehatan ternak akan lebih baik, sehingga metabolisme zat gizi pakan akan meningkat. Pengaruh terhadap tingkat produksi yaitu memperbaiki konversi ransum sehingga penggunaan pakan lebih efisien.

Penggunaan antibiotik atau antimikrobial sebagai bahan aditif dalam pakan ternak telah berlangsung lebih dari 40 tahun. Senyawa antibiotik tersebut digunakan sebagai growth promotor dalam jumlah yang relatif kecil namun dapat meningkatkan efisiensi pakan (feed efficiency) dan reproduksi ternak sehingga dengan penggunaan bahan aditif tersebut peternak dapat memperoleh keuntungan lebih. Namun, akhir-akhir ini penggunaan senyawa antibiotik mengalami penurunan dan bahkan di beberapa negara telah melarang penggunaan antibiotik sebagai bahan aditif dalam pakan ternak, hal ini disebabkan karena dua faktor utama. Pertama, kemungkinan hadirnya residu dari antibiotik yang akan menjadi racun bagi konsumen, penyebab kedua antibiotik dapat menciptakan mikro-organisme yang resisten dalam tubuh manusia atau ternak (terutama bakteri-bakteri pathogen seperti Salmonella, E. coli dan Clostidium perfrinens). Dilaporkan penggunaan antibiotik pada pakan ternak unggas di North Carolina (Amerika Serikat) mengakibatkan resistensi ternak terhadap Enrofloxacin, merupakan salah satu antibiotik yang direkomendasikan untuk membasmi bakteri Escherichia coli. Berikut hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan antibiotika sebagai tambahan bahan pakan :

  1. Kemampuan antibiotika tersebut untuk mengatasi gangguan bakteri pathogen yang sering menyerang ternak.

  2. Antibiotika memiliki tingkat keamanan yang paling baik, yaitu tingkat ambang dosis yang luas, sedikit diabsorpsi oleh dinding usus dan tidak cepat menimbulkan kekebalan

  3. Tidak mengganggu proses metabolisme zat ransum utama di dalam saluran pencernaan, tetapi justru menguntungkan terhadap proses metabolisme

Pada umumnya formula pakan terdiri 60 - 65 % bahan bijian seperti gandum, beras, sorghum, dan jagung dikombinasikan dengan beberapa bungkil kaya lemak. Bahan baku dengan kandungan lemak yang tinggi seringkali menyebabkan ketengikan pada bahan baku maupun pakan. Nilai peroksida di atas 10 dianggap tidak aman dan mengindikasikan terjadinya ketengikan pakan. Kondisi iklim yang panas dan lembab meningkatkan gejala ketengikan oksidatif yang terdiri atas 2 jenis yaitu :

1. Ketengikan hidrolitik

Ketengikan hidrolitik dihasilkan dari aktivitas mikro organisma terhadap lemak menyebabkan proses hidrolisis sederhana lemak menjadi asam lemak, di-gliserida, mono-gliserida dan gliserol. Ketengikan hidrolitik tidak mempengaruhi nilai nutrisi.

2. Peroksidasi lemak

Peroksidasi lemak menyebabkan pembentukan radikal bebas pada ikatan tak jenuh akibat pemisahan hidrogen dari asam lemak tak jenuh, yang menurunkan nilai energi lemak. Reaksi dipercepat dengan kehadiran mineral-mineral jarang yang terdapat dalam oksigen.

Ketengikan oksidatif dari lemak yang tidak jenuh dalam pakan dapat menyebabkan kerusakan vitamin E, A dan D. Hasil perombakan dari ketengikan dapat bereaksi dengan epsilon kelompok amino dari lisin karena dapat menurunkan nilai biologis dan energy pakan. Untuk mencegah terjadinya pengaruh ini dapat ditambahkan antioksidan ke dalam pakan.

Antioksidan adalah zat yang ditambahkan dalam ransum mencegah terjadinya oksidasi lemak. Ada beberapa bentuk antioksidan, di antaranya vitamin, mineral, dan fitokimia, seperti ethoxyquin (6-ethoxy-1,2-dihydro-2,2,4-trimethyl-quinolin) atau BHT (Butylated hydroxytoluen), Diphenyl-p-phenylenediamin (DPPD), namun penggunaannya sekarang sudah dilarang karena berpengaruh buruk terhadap proses-proses reproduksi mamalia. Vitamin E dan antioksidan lain seperti BHT atau Endox dapat menahan peroksidasi dengan mengubahnya kembali menjadi asam lemak semula. Jika peroksida dibiarkan berlanjut akan terjadi pemecahan menjadi aldehid dan keton. Berbagai tipe antioksidan berkerja bersama dalam melindungi sel normal dan menetralisir radikal bebas.

Di banyak negara berkembang yang beriklim panas dan kelembaban tinggi, masalah ketengikan oksidatif meningkatkan morbiditas dan mortilitas, serta memperburuk konversi pakan yang mengurangi pendapatan peternak. Pemanenan dan penyimpanan bahan baku pakan mempunyai pengaruh yang besar terhadap stabilitas vitamin dan mineral. Penambahan antioksidan ke dalam pakan maupun bahan bakunya dapat secara efektif mengurangi kasus ketengikan oksidatif. Pada umumnya produsen bahan baku tidak menambahkan atas dasar pertimbangan biaya dan penyimpanan dalam waktu lama di bawah kondisi yang buruk seringkali menyebabkan ketengikan oksidatif pada kandungan lemaknya. Dalam kasus yang sama, banyak vitamin dan mineral premix impor disimpan dalam kurun waktu lama. Hanya vitamin yang stabil yang mampu bertahan terhadap kondisi yang buruk. Langkah-langkah untuk meminimalisir tejadinya ketengikan pada pakan :

1. Perbaiki kondisi penyimpanan misalnya ventilasi yang membantu menyediakan udara kering dan dingin,

2. Vitamin dan mineral premiks harus disimpan terpisah dan hanya dicampur sewaktu proses produksi pakan

3. Pakan tidak boleh disimpan lebih dari seminggu

4. Rotasi stok pakan sehingga pakan berumur tua selalu dikonsumsi terlebih dahulu

5. Gunakan antioksidan misalnya vitamin E, BHT dan Endox. Penambahan sodium bikarbonat dan kaolin cukup membantu. Tingkat penggunaan dari kebanyakan antioksidan berkisar 200 - 300 g/ton untuk bahan baku mengandung lebih dari 10 % lemak. Pakan yang ditambahkan antioksidan bisa tahan disimpan selama 3 - 6 minggu bahkan jika disimpan pada suhu tinggi

(50 oC dan kelembaban nisbi 80 - 90 %).
*Yuni Primandini, S.Pt
Alumnus PS S-1 Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan UNDIP
Mahasiswa Magister Ilmu Ternak Fakultas Peternakan UNDIP

DAFTAR PUSTAKA

Murwani, R., C. I. Sutrisno, Endang K., Tristiarti dan Fajar W. Kimia dan Toksiologi Pakan. 2002. Diktat Kuliah Kimia dan Toksiologi Pakan. Fakultas Peternakan, Universitas Diponegoro, Semarang. (Tidak Dipublikasikan)

Suprijatna, E., Umiyati A. dan Ruhyat K. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Cetakan I. Penebar Swadaya, Jakarta.

Wahyu, J. 1997. Ilmu Nutrisi Unggas. Cetakan ke-4. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Minggu, 12 April 2009

Arti Sebuah Waktu

Jika setiap pagi bank memberi anda pinjaman uang sebesar Rp. 86.400,- bebas untuk digunakan hanya pada hari itu saja, apa yang anda lakukan? Pastinya anda akan memanfaatkan uang itu sebaik-baiknya sebelum hari itu berakhir. Daripada hangus begitu saja, ya kan?

Kita semua memiliki bank seperti itu, namanya WAKTU. Setiap pagi, ia akan memberi anda pinjaman 86.400 detik yang akan hangus jika tidak digunakan pada hari itu juga. Tidak ada waktu tambahan dan tidak ada juga “uang muka” untuk pinjaman esok harinya.
Agar tahu pentingnya waktu SETAHUN, tanyakan pada murid yang tidak naik kelas.

Agar tahu pentingnya waktu SEBULAN, tanyakan pada ibu yang melahirkan bayi prematur

Agar tahu pentingnya waktu SEHARI,tanyakan pada tukang bakso yang tidak bisa jualan hari ini.

Agar tahu pentingnya waktu SEMENIT,tanyakan pada orang yang ketinggalan pesawat terbang

Agar tahu pentingnya waktu SEMILIDETIK, tanyakan pada peraih medali perak cabang renang di Olimpiade

kawan, gunakan waktu mu sebaik-baiknya dan mulailah bertindak sekarang juga. Waktu adalah uang, kesempatan dan penghargaan hidup maka manfaatkan waktumu sebaik mungkin...

dari milis motivasi
posted by inspirasipagi.imeldafm at

MEMILIH DAGING BERKUALITAS

(Food Review Vol. 1 No. 9, Oktober 2006)

Kualitas daging untuk industri digolongkan dalam tiga kelas: kelas 1 (tebal, dengan sedikit jaringan ikat dan lemak), kelas 2 (tipis, banyak mengandung lemak dan jaringan ikat agak banyak), dan kelas 3 (daging tetelan, banyak jaringan ikat dan atau lemak)

Daging untuk industri pangan harus memenuhi persyaratan mutu pangan yang telah ditetapkan. Persyaratan mutu ini dapat dikategorikan menjadi dua yaitu 1) persyaratan mutu fisik daging meliputi kandungan zat gizi, karakteristik fisik, kandungan bahan berbahaya, penyakit hewan yang ada, dan jumlah mikroba, 2) persyaratan mutu non fisik daging biasanya mengacu pada kehalalan dan palatabilitas daging. Pemenuhan persyaratan mutu daging sangat diperlukan dalam rangka menyatakan apakah daging yang digunakan itu aman (tidak mengandung residu bahan yang berbahaya), sehat (daging berasal dari ternak yang sehat dan dagingnya tidak membahayakan apabila dikonsumsi manusia), utuh (mengandung zat gizi yang lengkap), dan halal (ternak disembelih secara Islam dan daging tidak dicampuri dengan bahan haram: bangkai, darah dan daging babi) atau disingkat ASUH. Dalam UU No 7 tahun 1996 tentang pangan dijelaskan bahwa keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Apabila persyaratan ASUH ini telah terpenuhi maka daging olahan yang dihasilkan pun juga akan Bergizi, Aman, Sehat, Utuh dan Halal (BASUH).


Pentingnya daging berkualitas terhadap mutu produk

Kasus-kasus keracunan, penipuan, pemalsuan, penambahan atau pencampuran daging, dan pencemaran daging sering muncul. Ternak yang mati terutama ayam yang disebabkan stres transportasi masih diperjualbelikan. Kasus antraks, sapi gila, penyakit mulut dan kuku, flu burung masih terjadi dan menimbulkan ketakutan pada konsumen. Tingginya angka kuman daging segar turut memperkeruh dunia perdagingan. Daging yang berasal dari ternak yang stres, sakit, dan apalagi sudah menjadi bangkai, mengandung berbagai bahan berbahaya atau racun. Bahan-bahan berbahaya atau racun tersebut akan terus terbawa dalam daging olahan, sehingga masuk ke dalam tubuh manusia ketika dikonsumsi.

Kualitas daging yang digunakan sebagai bahan baku harus dijaga dengan ketat untuk menjamin mutu produk yang dihasilkan. Daging yang berkualitas berasal dari ternak yang sehat dan segar bugar, dan diperlakukan dengan baik ketika akan disembelih. Ternak yang layak disembelih adalah ternak yang clean, healthy, fasted, free from blemishes, unstressed, easy to handle, well muscled and not overfat. Ternak dengan kondisi demikian akan mempunyai cadangan tenaga atau glikogen yang tinggi, sedikit sekali atau bahkan tidak ada memar atau luka sehingga ketika disembelih darah dapat keluar dengan sempurna atau tuntas dan ternak cepat mati. Karkas atau dagingnya mempunyai kualitas yang tinggi karena darah yang tertinggal di dalam daging sedikit (minimal) dan pH yang rendah (sekitar 5,6), sebagai akibat proses metabolisme glikogen menjadi asam laktat. Daging menjadi lebih awet dan terjadi peningkatan palatabilitas. Sebaliknya, ternak yang lelah dan/atau stres karena perjalanan atau perlakuan yang kasar (dicambuki, terjatuh, atau terbanting ketika proses penyembelihan), apalagi sampai 'diglonggong' sebelum disembelih akan menghasilkan daging yang berkualitas jelek.

Stres adalah kondisi yang mengancam integritas ternak karena faktor lingkungan sebelum pemotongan (stres pra pemotongan) seperti nutrisi, iklim, ketakutan, terluka, kelelahan atau gerakan yang berlebihan yang dapat mengubah metabolisme pasca pemotongan. Perubahan metabolisme pasca pemotongan dapat memunculkan keadaan atau kondisi daging yang berbeda. Terdapat dua keadaan ekstrim daging yaitu 1) keadaan daging yang pucat, sangat lembek dan berair atau pale, soft and exudative (PSE) dan 2) keadaan daging yang gelap, alot dan kering atau dark, firm and dry (DFD). Daging PSE disebabkan oleh produksi asam laktat pasca pemotongan yang sangat cepat dan tidak terkendali, sehingga menyebabkan pH daging yang rendah sesaat setelah pemotongan, sementara temperatur otot atau tubuh ternak masih relatif tinggi. Daging demikian mempunyai susut masak yang tinggi dan terjadi penurunan cairan atau jus daging. Ternak yang kehabisan tenaga, bila dipotong akan menghasilkan daging yang tergolong DFD. Daging demikian mempunyai tekstur yang lekat karena daya ikat air relatif sangat kuat.

Karakteristik daging berkualitas
Kualitas daging sangat menentukan mutu produk daging olahan. Daging yang ada di pasaran terbagi dalam 3 kelas. Kelas 1 adalah daging yang tebal dengan sedikit jaringan ikat dan lemak. Kelas 2 adalah daging tipis, banyak mengandung lemak dan dengan jaringan ikat yang agak banyak, dan kelas 3 adalah daging tetelan, daging yang mengandung banyak jaringan ikat dan atau lemak. Klasifikasi daging ini secara tidak langsung berhubungan dengan kandungan zat gizi dan karakteristik organoleptik daging. Daging sapi yang berkualitas atau kategori kelas 1 biasanya mempunyai kandungan protein miofibrilar yang tinggi (protein miosin dan aktin). Protein lersebut mudah dicerna dan mempunyai sam amino yang lengkap. Protein daging biasanya sekitar 20%, sedangkan lemaknya sangat bervariasi antara lain tergantung umur, pakan, spesies dan lokasi otot dan berkisar 3-13%. Daging yang berkualitas dan masih baru mempunyai bau dan aroma yang khas sesuai dengan spesies ternaknya, keset (tidak nampak kering dan juga tidak berair), sedikit susut masaknya dan tinggi daya ikat airnya.

Sebaliknya, daging yang jelek cenderung berair atau mengeluarkan cairan yang berlebihan seperti daging yang berasal dari ternak yang diglonggong atau kelelahan. Daging beku yang disegarkan kembali (thawing) juga mengeluarkan cairan yang banyak. Daging dengan sifat demikian apabila dibuat bakso akan menghasilkan bakso yang sangat lembek, sedangkan apabila dibuat abon akan menghasilkan abon dengan rendemen yang rendah.

Warna daging dapat menjadi indikasi keadaan kualitas daging. Daging sapi yang berkualitas, berwarna merah segar. Warna ini berasal dari pigmen daging sapi yaitu mioglobin. Ternak yang stres, sakit dan perlakuan yang kasar dapat menghasilkan daging yang berwarna sangat gelap atau sebaliknya sangat pucat. Apabila diukur pH-nya maka daging yang gelap biasanya mempunyai pH tinggi. Sebaliknya daging yang ber-pH rendah cenderung berwarna pucat. Pemukulan atau pencambukan dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah di jaringan otot tertentu, sehingga proses pengeluaran darah tidak sempurna, mengakibatkan warna daging yang gelap di area tersebut. Karkas ayam yang baik berwarna agak pucat, tidak terdapat memar atau patah tulang serta beraroma khas ayam. Perlakuan kasar dapat menyebabkan memar-memar pada tubuh ayam dan warna daging yang agak gelap. Karkas yang berwarna gelap secara menyeluruh serta bau yang amis (off-flavor) patut dicurigai bahwa kemungkinan daging berasal dari ayam mati sebelum disembelih (daging bangkai). Warna gelap ini diakibatkan darah yang terdapat di seluruh jaringan tubuh tidak keluar. Daging ini mudah busuk dan mikrobia dapat berkembang sangat cepat.

Daging yang berkualitas mempunyai keempukan yang tinggi karena jaringan ikat yang sedikit. Keempukan ini akan meningkat apabila daging telah mengalami pelayuan atau didiamkan pada periode waktu tertentu untuk memberikan kesempatan terjadinya proses rigormortis dan glikolisis. Di samping keempukan, pelayuan juga akan mengembangkan flavor daging.

Pengujian dan cara penyeleksian bahan baku daging
Kualitas daging dapat ditentukan baik secara subyektif maupun obyektif. Pengujian kualitas daging ada bermacam-macam yaitu pengujian organoleptik atau secara inderawi (rasa, bau, warna, keempukan, tekstur), pengujian fisik (keempukan, susut masak, daya ikat air, pH), pengujian mikrobiologis (jumlah bakteri, jenis bakteri), pengujian kimia untuk mengetahui kandungan zat gizi, logam-logam berat atau residu bahan berbahaya lainnya. Asal daging, apakah dari ternak sapi, babi atau ayam dapat ditentukan melalui serangkaian pengujian. Di samping pengujian secara inderawi harus juga dilakukan pengujian dengan alat yang canggih.

Hasil pengujian baik organoleptis, fisis, mikrobiologis dan kemis dapat digunakan sebagai acuan untuk melakukan seleksi terhadap bahan baku daging. Namun tentu saja untuk praktisnya tidak semua pengujian harus di¬lakukan, tetapi menurut urgensi dan kebutuhan proses pengolahan. Industri pengolahan daging melakukan pemeriksaan daging secara rutin terhadap bahan baku daging yang digunakan. Pemeriksaan visual atau organoleptik yang biasanya dilakukan untuk memastikan secara cepat bahwa bahan baku telah memenuhi mutu persyaratan. Tentu saja aspek kualitas daging yang lain seperti higienis, keamanan dan kehalalan tidak dapat ditentukan secara cepat, tetapi harus melakukan pemeriksaan terhadap dokumen-dokumen dan pengujian-pengujian lebih lanjut. Dr. Edi Suryanto, Bagian Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan UGM Yogyakarta.

Tips dan cara Memilih Daging Berkualias
Bahan baku daging yang berkualitas akan menghasilkan produk daging olahan yang berkualitas pula, Misalnya pada pembuatan bakso, daging yang digunakan untuk membuat bakso sebaiknya daging yang tergolong kelas 1 (tebal, sedikit jaringan ikat dan lemaknya, diambil dari bagian paha belakang terutama silap atau kumol), masih segar atau belum dilayukan apalagi dibekukan. Daging tersebut berasal dari ternak yang sehat, tidak stres dan benar serta mengikuti kaidah pemotongan secara Islam. Menurut Prof Schults dan Dr Hashim dari Hannover University, Germany (1997) pemotongan secara Islam terbukti sama sekali tidak menimbulkan rasa sakit atau stres pada ternak dan menghasilkan daging yang lebih berkualitas. Daging yang demikian apabila dibuat bakso akan menjadi bakso yang kenyal, kompak dan padat walaupun tanpa bahan pengenyal sama sekali. Di samping itu daging yang berkualitas apabila dibuat abon akan menghasilkan abon dengan rendemen yang tinggi, sekitar 60%. Sedangkan daging bermutu rendah hanya menghasilkan rendemen abon sekitar 40%.